the most difficult job: when fixing the cabinet item is easier than fixing you


Hari ini mau ngobrolin film yang aku tonton baru-baru ini, yup, Sore: Istri dari Masa Depan. For your information, aku nonton film ini tidak dengan ‘tangan kosong’ alias pernah nonton versi seriesnya di YouTube beberapa tahun yang lalu, tentu dengan ingatan yang sedikit memudar, tetapi bagian pemeran utama wanitanya Tika Bravani, ku ingat betul.

Film ini menarik buatku karena premis yang dijanjikan merupakan konsep cinta abadi dan garis takdir seseorang. Dibalut dengan genre fantasi yang dimanifestasikan melalui paralel universe, juga time loop.


Intro film dibuka dengan konsep mencintai seseorang dengan segala kondisinya; berkompromi dengan kekelamannya, bersuka dengan keindahannya.


Dilanjutkan dengan adanya footage retakan batu es di benua Antartik sana, peran Jonathan diperkenalkan. Dari sudut pandangku, sutradara melekatkan setiap lagu untuk setiap elemen penting di film ini. Begitu dengan Jo yang dicirikan dengan lagu Adhitia Sofyan - Forget Jakarta. Sutradara menggambarkan sosok Jo dengan begitu keras, dingin, keras kepala, dan kosongnya, menurutku. Memiliki kompleksitas emosional yang bahkan tak bisa ia selesaikan, boro-boro bahkan sukar dia sendiri identifikasikan.


Jo always finds he is a climate change maniac. Terbukti, at least, seingatku ada 3 orang yang mention ini; Karlo, Sore, dan David. In the end part of this, aku mau bahas keterkoneksian ini. I find it very interesting. Also, di bagian awal Karlo monolog terkait paradoksial eksistensialisme dibalut humor yang sebenarnya merupakan poin penting dari keresahan hidup Jo selama ini (ada di scene awal yang monolog di bar bareng Jo). It vividly captures the main point of Jonathan’s problem, I guess.


Suka fotografi, tapi jepretan favoritnya tidak ada unsur manusia atau sisi humanitas sama sekali. He preferred the cool tone with blue atmosphere photos. Surprisingly, his photo collection which brings him to the next step is relate to culture and people photography. Itupun atas saran Sore yang hadir entah dari keterbangunannya yang keberapa. Karakter Jonathan di sini digambarkan gamblang sekali, I would say this. Kentara untuk dibilang hitam-putihnya. Jo terlalu ‘membiru’ dengan hidup yang penuh keabu-abuan; ragu.


Kontras dengan Sore. Sangat humanis. Digambarkan dengan penuh kehangatan melingkupi, penyayang sifatnya, can express her emotional so well, walaupun jengah juga ya, guys, bangun tuk ratusan kali, but I see she is optimistic and brave person. She just purely loves Jo and wants to make Jo have a better quality of life; alongside lifestyle and nutrition intake.


Sutradara lekatkan Sore dengan lagu Barasuara - Pancarona. See I told you, she is trying to figure it out; Jo’s concern, his doubtfulness. And become the healing pills of Jo’s. Anjay. Saat segmentasi sudut pandang Sore diperkenalkan, beuh, dilatari oleh potret figur Sore yang beragam ekspresi and sun kissed her gorgeous skin. Astaga. Aku juga naksir kalo gini.


The director portrays Sore’s figure so perfectly well, kaya, girl, you are so smart, clever, ambitious, brave, and warm, optimistic. One package of a fabulous person who is head over heels with Jo, yang digambarkan penuh kedinginan, keangkuhan, even he doesn’t know what he wants. Muehehehe. But after all, it is what it is, consistency of the premises and jujur narasi di seriesnya dulu masih tetap dibawa, juga disadur ke film.


Namun, di lain sisi, wujud Sore bisa jadi mata pisau. Terlalu naif dan sosoknya digambarkan out of league sekali. Penuh idealisme, pengharapan tanpa ujung, kesukaran untuk berhenti. Unconditional love. Banyak hal menjadi kompromi, waktu untuk mengulang introduksi, emosi yang tersisih, memecahkan teka-teki ilahi; berkelahi dengan ruang dan dimensi. 


Salut juga sama kameramen karena ada adegan sewaktu Sore ulang lagi dari awal dan memperkenalkan ulang lagi eksistensinya di hidup Jo saat itu, dengan penuh emosi di dada yang penuh dan berkecamuk, scene yang diambil kaya seolah-olah kasih sentuhan effect shaky and lil bit blurry. Ikut nyesek juga nontonnya jujur aja (tapi kenapa aku malah keinget profesionalisme kameramen inkigayo ya astaga).


Oh, honour mention to Karlo. After a heart to heart talk between Karlo and Sore yang entah udah ngulang kehidupan Jo yang keberapa. Sore finds the piece of the puzzle, yet that one is not successful but it leads to the answer itself. Bahwa sejatinya, mau diubah dan didikter menjadi lebih baik, jikalau memang bukan inginnya apalagi sadar itu bukan butuhnya, entitas manusia tidak dapat mengubah entitas manusia lain. Bahkan dengan status sedekat, serekat, seintim apapun relasional diantaranya. Apakah kunci dari keberhasilan adalah ngalor ngidul sama abang-abangan teater? (Yakali)


Segmentasi ketiga; waktu. Segala macam bentuk waktu, baik lampau, sekarang, atau akan, menjadi kata kunci utama dari film ini. Bahkan istilah kata yang melambangkan durasi juga termasuk di dalamnya. Melibatkan elemen antariksa sebagai simbolik menggambarkan latar waktu.


Segmentasi waktu menurutku tepat diletakkan di bagian akhir film karena menjelaskan titik balik serta benang merah yang mulanya semrawut diuraikan dengan perlahan. Menjawab segala keraguan eksistensialisme dari tiap entitas pemeran.


Apa lagi ya? Oh, keterkaitan antara Jo si penggila climate change dengan kepribadiannya sendiri. Mereka sama; beririsan, ketersalingan representasi. Climate change alias perubahan iklim. Kita semua tahu, iklim membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan berubah. Iklim tidak sama dengan cuaca. Butuh ratusan tahun untuk berevolusi. Laiknya, Jo, yang dijadikannya Sore sebagai pengelana waktu hingga ratusan kali bangun dengan lembar pertama cerita yang sama; terbangun dari ranjang Jo dengan setelan biru gelap—untuknya, demi dia, berubah kebiasan Jo. Menghindarinya dari malapetaka di kemudian hari. 


Juga, mencair—menghangat. Semula kumpulan tebing es dingin tak tersentuh, di penghujung berubah ia jadi lelehan air yang bisa mengairi ladang, menghidupi semesta, atau kah merusak tatanan sistem kehidupan?


Kita tidak benar-benar tahu ujungnya.

Comments

Popular Posts