can you see me crying on the bus?

Balok beroda membawaku melaju pulang ke rumah.

Membawa segenap gundah yang tak berkesudah.

Satu dua tiga empat, aku menghitung jari-jari barangkali ada yang terlewat.

Berapa kali hal ini menimpaku selama ini?

Afirmasi demi afirmasi dihaturkan, selalu ku rapal dengan penuh keyakinan.

Terlihat kukuh, tanpa cela, tetapi rupanya masih nampak sesuatu berat menimpa rongga dada.

Atau kadangkala ombak menghantam bentengku, terulangi lah; aku si korban penjamahan si bajingan tengik lainnya.

Terpenjara rasa bersalah karena tak bersua; sunyiku disebut naif dan sendu dipanggilnya sandiwara.

Brengsek betulan.

Genap 10 jari tertutup sempurna, sungguh bukan prestasi yang membanggakan.

Rasanya ku ingin menyerah, rasa bersalah terhadap diri ini tak kunjung enyah.

Maaf...

Karena masih belum berani untuk berteriak dengan begitu lantang,

Belum bisa membentengi diri dari penghakiman orang-orang,

Juga menyalahkan diri sendiri karena terlahir menjadi perempuan.

Comments

Popular Posts