#LUSA : KECIL MELAWAN SI TINGGI NAN PONGAH

Saban hari, aku pergi ke Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka. Berangkat siang, pulang sore; jam pulang kantor. Iseng, aku mengagendakan rutinitas get in lost naik bus TransJakarta secara dadakan. Rindu rasanya, rutinitas seperti ini sudah lama tak kujalani, karena keadaan akhir-akhir ini tidak memungkinkan kita bepergian untuk kepentingan yang tidak perlu.

Menaiki rute favoritku, kooridor 1 : Kota - Blok M untuk melihat gedung pencakar langit dari jalan Kebon Sirih, Thamrin, Sudirman, hingga Bendungan Hilir. Lalu, kunyalakan gawaiku, berniat memutar playlist wajibku kala melakukan kegiatan get in lost ini. Melihat ke luar kaca, aku terkesima atas kemegahan arsitektur. Manusia berlalu-lalang pulang sehabis jam pulang kantor, jalanan ibukota tetap padat merayap seperti biasanya, mimik muka penuh keletihan datang silih berganti, pekikan klakson tidak bisa diredam hingga terdengar dari dalam bus TransJakarta.

Sekali lagi aku lihat gedung-gedung itu timbul tenggelam, berganti dari satu gedung ke gedung lain selaras dengan bus yang terus melaju dan mimik manusia yang berhamburan keluar gedung-gedung tersebut. Semuanya terlihat bergerak; mengalami perpindahan. Kemudian, aku melihat ke dalam diriku sendiri. Apakah aku berdinamika? Memiliki ‘perpindahan’ yang berarti dalam hidupku?

Gedung-gedung itu terlihat megah, kokoh, dan gahar menunjukkan keagungannya. Terlihat saling berlomba dalam kontes memperebutkan kegagahannyaa, seperi sang angkuh dengan pongah mempertontonkan ‘taringnya’. Manusia terlihat kecil jika disandingkan dengan mereka. Sangat tidak sepadan; tak selawan.

Dunia maju, berdinamika, progresif dengan perkembangan zaman, sehingga membuat semua objek harus turut kompetitif bertahan hidup dengan perubahan sekejap mata. Saat ini aku masih di dalam bus. Melihat patung ikonik di Bundaran HI dan gedung-gedung di sekitarnya.

Setelahnya, pandanganku mengabur, perasaanku carut-marut, dadaku sesak seperti ada yang menghimpitku. Sungguh menyesakkan. Tak butuh waktu lama, aku menangis. Entah apa alasan pastinya, namun sepertinya karena aku merasa begitu kecil. Tidak sanggup dalam arus kompetitif untuk survive dari dunia ini.

Aku meragukan diriku sendiri, kapabilitasku, harga diriku, bahkan kepercayaan diriku hancur menjadi kepingan kecil, menyisakan sebuah ketakutan. Ya, aku takut. Ini mengerikan sekaligus memalukan. Bagaimana bisa aku begitu kecil dihadapan objek mati berupa gedung pencakar langit yang menurutku merepresentasikan dinamika dunia ini? Bagaimana bisa dunia ini terlihat kejam? 

Hingga ketakutan lain pun termanifestasikan menjadi hal yang makin jelas. Aku takut dengan masa depanku. Aku begitu kecil, tidak sanggup rasanya jika dunia terus menuntutku terus adaptif dengannya, harus berkompetisi dengan manusia lainnya agar aku dapat bertahan di sini.

Aku takut, aku tidak bisa jadi apa-apa.

Aku takut, aku menjadi pecundang.

Aku takut, aku akan terbebani oleh ekspektasi.

Aku takut, aku menaruh harapan tinggi.

Aku takut, aku gagal dalam hukum alam dunia ini.

Aku takut.

Takut sekali.

Terlalu banyak ketakutan yang rasanya seperti nyata, ia ada di depan mata. Menunggu tiba waktunya, entah menjemputku dengan pelan-pelan seolah bom waktu yang siap menikamku kapan saja atau menarikku secara paksa saat aku tengah dilanda euforia.

Sungguh.

Sungguh, aku ingin semakin menangis kencang di dalam bus.

Ku lihat kanan kiri. Ruang sesak yang ku dapat.

Muka letih, dengusan, helaan napas berat, gairah yang raib, tak kentara kehadiran idealisme ada diantara salah satunya dan harapanku yang terus menipis seiring dengan habisnya stok kepercayaan diriku. Semuanya berpadu satu.

Oh Tuhan, dewasa ini rumit. Aku benci perasaan abstrak seperti ini.

-

PLAYLIST GET IN LOST

 

White Shoes and The Couples Company - Kisah dari Selatan Jakarta

Float - Pulang

VVYND - Overload

Adhitia Sofyan - Forget Jakarta

Float - Sementara

Teampal - Di Jalan

Kim Na Young - Being an Adult

Black Eyed Peas - Where is The Love

Agustin Oendari - Selamat Pagi Malam

PRISTIN - Over n Over