#LUSA : Motivasi :)

 Halo, kembali lagi sama gue, siapa lagi kalau bukan Sava. Hehehe….

Hngg… hari ini enaknya bahas tentang apa, guys? Gue ada topik, sih, menarik (buat gue), nggak tahu kalau buat orang lain.

Oke oke oke, hari ini dalam rangka iseng-iseng nggak ada kerjaan (bohong) (tulisan ini dibuat disaat gue belum baca preview untuk mata kuliah minggu ini, hueeee), kali ini gue bakal bawain tentang…. *Jeng jeng jeng jeng jeng* (Ceritanya dikasih efek backsound buat mendramatisir tulisan)

Motivasi.

Sok iye banget nggak, sih? Oiya, jelas!

Maksudnya apaan, sih, topik kali ini? Oke, jadi begini, sebelum ngejelasin lebih jauh tentang topik yang bakalan gue ulas kali ini, izinkan gue ngasih latar belakang dulu ya… :)

Oiya, sekedar acknowladgement. Ternyata ada 2 tipe orang dalam menyemangati dirinya: 1. Internal (motivasi datang dari diri sendiri); dan 2. Eksternal (motivasi datang dari pihak eksternal, misalnya: keluarga, teman, pacar, dll.). Terus, kebetulan gue tuh tipe yang pertama alias tipe internal.

Ini kaya ulasan ringan tentang orang yang punya tipikal internal. Cuma cuap-cuap omong kosong juga, nggak dibaca juga nggak masalah, sih, namanya juga blog tempat sampah.

Kalo ditanya rasanya jadi orang yang punya motivasi dari diri sendiri apa, sih? Gue cuma jawab, I can control everything.

Yep, kedengerannya seperti si pemimpin otoriter yang sedang merayakan huru-haranya perluasan tanah koloni, it’s sound like you can afford everything in your hand.

Beneran seenak itu, lo nggak bakalan sakit hati ketika nggak ada seorang pun yang menyemangati diri lo saat lo jatuh, karena lo sudah tahu; lo butuh motivasi dari diri lo sendiri dan hanya lo yang bisa menolong diri lo sendiri.

Lo nggak terus-menerus menggantungkan diri pada orang lain, lo tahu bahwa hanya diri lo sendiri yang bisa menciptakan motivasi itu sendiri. Huh, pasti kesannya dipandang sebagai individualis yang berhati dingin dan asosial banget, kan? Ngaku lo!

Nggak enaknya gimana? Hngg….

Oiya, sebelum menjawab nggak enaknya. Gue kayanya pernah tahu motivasi itu tercipta bisa berupa ketakutan atau ambisi. Ya, nggak, sih? Kaya misalkan lo lagi pengen UTS-UAS, tapi lo males banget belajar, ampun-ampunan deh malesnya. Nah, otak lo bisa visualisasi 2 opsi; pilih motivasi yang positif atau negatif. Kalau positif, pikiran lo bakal tervisualisasi kaya gini, “Ayo, Sava. Kamu harus belajar, biar bisa dapet ip bagus. Cum laude. Kerja enak di perusahaan multinasional. Tajir mampus. Membangun korporasi. Membangun monarki dalam melanjutkan korporasi keluarga. Dan bla bla bla…” Gimana kalau yang negatif? “Ayo, kamu kudu belajar. Nggak boleh males-malesan. Nanti ip jelek. Nggak lulus matkulnya. Ngulang bareng maba. Wisuda keundur. Lulus nggak sesuai rencana awal. Nggak punya relasi karena di kampus cuma sibuk ngulang. Kemudian menghamba pada offering letter setelah sekian purnama. Dan bla bla bla…” Pokoknya begitu.

Dan… gue sendiri cenderung ngasih ‘makan’ otak gue pemikiran dan motivasi negatif untuk terus termotivasi. Gue tahu ini nggak baik, awalnya iseng dan munjur banget, tapi kebablasan terus malah ngerasa over banget. Yah, gimana dong? Help me huhuhuh :(

Kasian banget, mana masih muda.

Lanjut ke nggak enaknya, ya? Hmm... Ketika lu lagi 'nggak beres' dan lo butuh motivasi internal berupa visualisasi rasa ketakutan itu dalam pikiran lo sendiri, apa jadinya? Jelas, overwhelming! Beneran kalau lo merasa lo nggak 'oke', tapi lo demotivasi parah dan terus memaksa memberi motivasi internal dan rasa ketakutan itu pikiran lo udah overthinking banget bawaannya. Mau minta tolong motivasiin orang dengan ngasih saran yang positivistik, tapi nggak mempan.

Pas gue ada di posisi itu yang gue lakukan adalah tidur sebentar lalu talk to my self. Beneran. Nggak bohong. Depan cermin ngomong sendiri; maunya apa, maunya gimana, gimana cara ngatasin problematika itu, apa yang akan lo lakukan, dan berusaha memberi 'sedikit' pencarahan positif. Lalu, ketika udah 'mendingan' lo nggak usah grasa-grusu nyekokin motivasi negatif dulu. Biarkan mengalir aja, let it flow. Kadang sebagai manusia kita nggak harus 'lempeng' sama rencana awal kita; kita butuh spontanitas dan fleksibilitas dalam ngatasin semua masalah kita. Asik.

Kayanya segitu dulu aja nggak, sih?

Udah kali ya?

Hngggg.... oke.

Sekian testimoni dari Aulia Sava Febiyana selaku entitas yang masuk ke dalam himpunan manusia yang memiliki internalisasi motivasi dan menciptakan motivasi berdasarkan case negatif atau yang buruk-buruk mulu. Hiks.

So, kalian termasuk yang mana, nih, guys?

Waktu dan tempat untuk ovethinking dan berkontemplasi, saya persilakan… (boong, becanda)

Sekian omong kosong kali ini. Salam hangat dan terima aku kasih. Hehehehe.


***psssttt, aku menerima semua diskusi, kritik, saran, dan koreksi atas semua tulisanku ya. Makacih <3

02/10/2020

Comments

Popular Posts