CERPEN #TAMASA 1

FIKTIF BELAKA!!!

 

 Hari kamis, saya lewat istana.

Saya melihat di balik TransJakarta.

Hitam hitam semuanya menghitam.

Hitam aura, hitam pakaian, dan hitamnya sebuah harapan.

Turun saya di halte terdekat.

Menghampiri massa yang sepertinya sedang bermuram durja.

Saya bertanya pada salah satunya, “kenapa kalian berkumpul?”

“Saya menuntut,” jawabnya.

“Apa yang dituntut?” tanyaku balik.

Ia jawab dengan gamblang “Saya menuntut ‘belas kasihan’ selama 22 tahun.”

“Belas kasihan apa yang kau inginkan?” saya bertanya; masih penasaran.

“Keraiban saya; saya ingin mereka juga merasa kasihan.”

Saya tetap diam, menyimaknya dengan seksama.

“Saya pikir saya sudah cukup kenyang; kenyang dengan rasa kasihan dari orang-orang di seluruh negeri ini, tetapi rupanya saya masih lapar,” lanjutnya melengkapi pernyataan awal,” lanjutnya.

“Kalau lapar tinggal kasih makan yang lebih banyak lagi,” jawab saya dengan spontan.

Ia lalu tersenyum tulus, “Saya usahakan. Saya akan kasih makan yang banyak lagi. Doa’kan tidak sampai muntah apalagi bosan makan.

Saya hanya membalas senyumannya.

Tak lama, ia memberi sebuah kertas usang kepada saya.

Lalu berkata “Buatmu, kamu baca ya nanti. Aku pergi dulu.”

Pergi ia meninggalkan saya di tengah pekikan sang orator dari massa itu.

Saya baca kertas pemberiannya,

“Setelah saya pikir-pikir lagi, saya sudah ‘merasa’ kenyang, karena sudah bosan makan. Terima kasih wejangannya. Semoga kamu hidup nyaman kelak; berusara tanpa takut diketok-palu, mengkritisi tanpa dicari pemburu, berkumpul tanpa ditatap si ‘biang onar seperti bising lalat lalu’. Selamat berjuang mencari alasan mengapa saya dan teman yang telah raib puluhan tahun lalu; menjawab teka-teki yang menjadi misteri Ilahi.

Kalau boleh jujur, sebenarnya saya tetap lapar ‘belas kasihan’, dan akan tetap lapar, tapi saya cukupkan dengan kenyang saja. Bosan makan saya, hingga begah itu datang, berisi gas asam yang membuat kita merasa terisi, namun itu hanya manipulasi. Lalu, muntah semua.

Omong-omong, saya telah ada di tempat aman, tidak lagi takut oleh hal-hal yang menjadi hak saya. Saya harap kamu pun.

Selamat siang. Terima kasih juga atas bincang-bincangnya. Kamu hebat.”

Saya terdiam.

Terperangah oleh kertas berisi keputusasaan dan harapan.

Ia ternyata sudah hilang; ditelan haknya sendiri saat puluhan tahun yang lalu.

Dilipat kertas usang pemberiannya.

Kemudian, jalanlah saya seorang diri menuju halte untuk pulang.

Untuk pulang...

Pulang yang menawarkan rasa aman.

 

 p.s:

YEHEY!!!! Kelar juga CERPEN TAMASA pertama kita. CERPEN TAMASA which mean cerita pendek tanpa tajuk (judul) milik Aulia Sava. Once again, pls keep in your mind this is just fiction. Sebenernya takut dibui (lebay), tapi ini cuma seni sastra, seharusnya seni gak pernah salah, kan?

Tulisan ini pun baru banget ku tulis, niatnya mau belajar, tapi lagi moody hufttt ><

Btw, ‘belas kasihan’ yang aku kasih tanda petik itu maksudnya hmmm… gimana ya jelasinnya? Sebenernya itu bisa kalian bisa visualisasi atau telaah sendiri maksud katanya sesuai dengan pikiran kalian sendiri, tapi kalo kalian mau tahu menurutku (just in case, you need reference to make it ‘clear’), just hit me up! Feel free to ask and gimme your opinion(s).

Terima kasih sudah membaca.

Selamat malam :) 

Comments

Popular Posts